Finti Fatimah
Nur Saidah. Dilahirkan di Bekasi, 26 Juli 1992 di beri nama oleh orangtua ”Finti
Fatimah Nur Saidah” saya merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Adik saya
yang pertama bernama “Ahmad Sulton Choirudin” dan yang terakhir bernama “Putri
Chofifah Nur Saidah”. Alasan mengapa awalan nama saya diberi nama “Finti”
karena pada saat saya lahir, ayah saya sangat menyukai komputer dan pada saat
itu Pentium satu baru dirilis dan pada saat itu pula saya dilahirkan, jadilah
saya diberi nama finti yang diambil dari nama Pentium. Akan tetapi nama finti
juga memiliki arti dalam bahasa arab, finti itu berarti fi anti yang artinya di dalam diri kamu wahai perempuan, Fatimah
adalah nama anak kandung Nabi Muhammad
SAW, Nur adalah cahaya, dan Saidah adalah kebhagiaan. Jadi bila digabungkan dan
diartikan secara konteks bahasa arab nama “Finti Fatimah Nur Saidah” memiliki
arti yaitu “Didalam diri kamu wahai perempuan terdapat jiwa Fatimah dengan
cahaya kebahagiaan”. Dan saya sangat bangga dengan nama tersebut dan berterima
kasih kepada orang tua saya karena telah memberi saya nama yang sangat bagus
dan unik karena saya belum perna berkenalan dengan orang lain yang namanya sama
persis dengan saya.
Setelah berumur
3 tahun saya di sekolahkan di TK Nol Kecil/BKB di TK AL-AMIN selama dua tahun.
Setelah itu saya melanjutkan sekolah SD selama enam tahun di SDN Sepanjang Jaya
IV Bekasi Timur. Setelah lulus SD saya mengingkinkan melanjutkan sekolah di
pondok pesantren, akan tetapi pada awalnya orang tua tidak menyetujuinya
dikarenakan kedua orang tua tidak tega tapi pada akhirnya orang tua mengijinkan
dan menyetujuinya, Asy-Syakiroh nama
pondok pesantren tempat saya nyantri berada di desa Buntet Pesantren di kota
Cirebon dan bersekolah di Mts NU Putri III. Setelah lulus saya memutuskan untuk
berpindah pondok pesantren di daerah Jawa Tengah tepatnya di Kota Pati di
pondok Pesantren Raudlatul Ulum. Setelah lulus MA pada tahun 2009 saya kembali
ke bekasi dan berencana melajutkan Kuliah di Jakarta. Dua kali mencoba
mendaftar di perguruan tinggi Negri saya gagal dan pada akhirnya saya berhasil
di terima di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Fakultas Dakwah dan Komunikasi
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan sampai sekarang 2011 alhamdulillah
saya memasuki semester 5.
P
Tentang
Keluarga
Ayah saya bernama Ahmad Saidi dan Ibu bernama
Nur Hidayah, keduanya sama sama berasal dari jawa tengah, tepatnya di desa
waled kecamatan kemiri kabupaten purworejo. Ayah merupakan anak terakhir dari
lima bersaudara. Dan ibu anak ke dua dari delapan bersaudara. Karena saat ini
kami tinggal di Bekasi biasanya hampir setiap tahun kami mudik ke kampung.
Dalam masyarakat jawa yang merantau ke Jakarta sudah menjadi tradisi untuk
pulang kampung setiap tahun terutama saat hari-hari besar.
Saat ini kakek dari ayah dan ibu sudah meninggal.
Simbah (panggilan untuk nenek dalam bahasa jawa) dari ayah saat ini berumur 92
tahun memiliki tiga orang putra dan dua orang putri. Dari kelima anaknya simbah
memiliki 26 cucu, dan 35 cicit. Mayoritas cucu simbah saat ini sudah
berkeluarga dan tingal di Jakarta. Di Jakarta kami membuat perkumpulan keluaga
besar khusus putra-putri dan cucu-cucu simbah, nama perkumpulanya
Ath-Thohiriah. Ath-Thohiriah diambil dari nama kakek yaitu Ahmad Tohir.
Berbeda dengan simbah dari ayah. Simbah dari
ibu memiliki empat orang putri dan empat orang putra. Walaupun jumlah putra
putrinya lebih banyak dari simbah dari ayah. Simbah dari ibu hanya memiliki 13
cucu dan belum memiliki cicit. Karena dari keluarga ibu sayalah cucu yang
paling besar dan belum menikah.
P
Tentang
Ds.Waled
Desa tempat tinggal ayah dan ibu adalah desa
waled kecamatan kemiri kabupaten purworejo jawa tengah. Waled dalam bahasa jawa
waled itu berarti “lumpur”. Awal mulanya desa ini memang hanyalah hutan rawa
dan lumpur. Kemudian ada seorang pengikut pangeran Diponegoro bernama Raden
Syahid dating dan menebang pohon-pohon yang ada di daerah rawa tersebut,
kemudian mendirikan rumah dan menikah
hingga akhirnya memiliki anak dan menetap di daerah itu. Hingga akhirnya
daerah yang tadinya hanyalah sebuah rawa menjadi sebuah desa yang diberi nama
“Waled”. Desa waled ini memiliki luas kira-kira 600m² dan dikelilingi oleh
sawah. Total keseluruhan penduduk desa ±450 jiwa yang terdiri dari 150 kepala
keluarga.
Proses
Komunikasi Verbal di desa ini dalam pergaulan
hidup maupun perhubungan-perhubungan sosial sehari-hari
mereka berbahasa jawa. Pada waktu mengucapkan bahasa daerah ini, sesorang harus
memperhatikan dan membeda-bedakan orang yang diajak bicara atau yang sedang
dibicarakan,berdasarkan usia ataupun status sosialnya. Demikian pada prinsipnya ada dua macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari kriteria
tingkatannya yaitu bahasa Jawa Ngoko dan
Jawa Krama. Bahasa Jawa Ngoko dipakai untukorang yang sudah dikenal akrab, dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta
lebih rendah tingkatannya atau status sosialnya. Bahasa Jawa Krama digunakan untuk berbicara dengan
orang yang belum dikenal tetapi yang
sebaya dalam umur dan derajat, juga terhadap orang yang umurnya
lebih tua atau status sosialnya lebih tinggi. Sistem Kepercayaan didesa ini hampir
seluruhnya beragama islam.
Sejak tahun
1975an beberapa masyarakat didesa ini mulai melakukan perantauan, tujuan kota
utamanya adalah jakarta, ada yang berniat mencari ilmu, pengalaman, mengubah
nasib dll. Setelah lama melakukan perantauan kebanyakan mereka menikah juga
sama-sama dengan orang perantauan dari daerah lain.
Sama
seperti suku-suku jawa pada umumnya Sistem
kekrabatan didesa ini di gariskan berdasarkan prinsip keturunan bilateral
(garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu).
Saat ini
dalam hal mata pencaharian masyarakat didesa ini cenderung bertani padi, cabai,
bawang dan lain lain. Ada juga yang berdagang. Dan juga pegawai tetapi hanya
minoritas saja masyarakat yang menjadi pegawai.
Sistem pernikahan dan kematian yang ada di desa
ini tidaklah berbeda dengan kebudayaan jawa pada umumnya.
Adat
Pernikahan
Budaya tanah Jawa masih menyimpan sejuta
keindahan dan keagungan yang tetap dipegang teguh oleh masyarakatnya. Hal ini
bisa dilihat dalam upacara pernikahan yang penuh makna dan unik. Beragam
tradisi dan tata cara pernikahan menjadi bagian dari adat masing-masing
wilayah. Berikut tata cara pernikahan yang biasanya dilakukan oleh budaya jawa.
BABAK I (PEMBICARAAN)
Tahapan ini intinya mencakup tahap pembicaraan
pertama sampai tingkat melamar.
a.
Congkog
Seorang
perwakilan/duta diutus untuk menanyakan dan mencari informasi tentang kondisi
dan situasi calon besan yang putrinya akan dilamar. Tugas duta yang utama ialah
menanyakan status calon mempelai perempuan, masih sendiri atau sudah ada pihak
yang mengikat.
b.
Salar
Jawaban pada acara Congkog akan ditanyakan pada acara Salar yang dilaksanakan
oleh seorang duta, baik oleh duta yang pertama atau orang lain.
c.
Nontoni
Setelah lampu hijau diberikan oleh calon besan kepada calon mempelai pria, maka
orang tua, keluarga besar beserta calon mempelai pria datang berkunjung ke
rumah calon mempelai wanita untuk saling "dipertontonkan". Dalam
kesempatan ini orang tua dapat membaca kepribadian, bentuk fisik, raut muka,
gerak-gerik dan hal lainnya dari si calon menantu.
d.
Nglamar
Utusan dari orangtua calon mempelai pria datang melamar pada hari yang telah
ditetapkan. Biasanya sekaligus menentukan waktu hari pernikahan dan kapan
dilakukan rangkaian upacara pernikahan.
BABAK II (TAHAP KESAKSIAN)
Setelah
melalui tahapan pembicaraan, dilaksanakanlah peneguhan pembicaraan yang
disaksikan pihak ketiga, seperti kerabat, tetangga, atau sesepuh.
a. Srah-srahan
Penyerahan seperangkat perlengkapan sarana
untuk melancarkan pelaksanaan acara hingga acara selesai dengan barang-barang
yang masing-masing mempunyai arti dan makna mendalam di luar dari materinya
sendiri, yaitu berupa cincin, seperangkat busana wanita, perhiasan, makanan
tradisional, buah-buahan, daun sirih, dan uang.
b. Peningsetan
Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan ditandai
dengan tukar cincin oleh kedua calon mempelai.
c. AsokTukon
Penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keluarga
pengantin wanita.
d. Paseksen
Yaitu proses permohonan doa restu dan yang menjadi saksi acara ini adalah
mereka yang hadir. Selain itu, juga ada pihak yang ditunjuk menjadi saksi
secara khusus yang mendapat ucapan terima kasih yang dinamakan Tembaga
Miring (berupa uang dari pihak calon besan).
e. Gethok Dina
Penentuan hari ijab kabul dan resepsi. Biasanya melibatkan
seseorang yang ahli dalam memperhitungkan hari, tanggal, dan bulan yang baik
atau kesepakatan dari kedua belah pihak saja.
BABAK III (TAHAP SIAGA)
Pembentukan
panitia dan pelaksana kegiatan yang melibatkan para sesepuh atau sanak saudara.
a. Sedhahan
Mencakup pembuatan hingga pembagian surat undangan.
b. Kumbakarnan
Pertemuan untuk membentuk panitia hajatan dengan mengundang sanak saudara,
keluarga, tetangga, dan kenalan. Termasuk membicarakan rincian program kerja
untuk panitia dan para pelaksana.
c. Jenggolan
atau Jonggolan
Calon mempelai melapor ke KUA. Tata cara ini sering disebut tandhakan
atau tandhan, artinya memberitahukan dan melaporkan pada pihak kantor
pencatatan sipil bahwa akan ada hajatan pernikahan yang dilanjutkan dengan
pembekalan pernikahan.
BABAK IV (TAHAPAN RANGKAIAN UPACARA)
a. Pasang Tratag dan Tarub
Merupakan tanda resmi bahwa akan ada
hajatan mantu pada masyarakat. Tarub berarti hiasan dari janur kuning
atau daun kelapa muda yang disuwir-suwir (disobek-sobek) dan dipasang di sisi tratag
serta ditempelkan pada pintu gerbang tempat resepsi agar terlihat meriah. Bila
ingin dilengkapi, boleh dilanjutkan dengan uba rambe selamatan dengan
sajian makanan nasi uduk, nasi asahan, nasi golong, kolak ketan, dan apem.
b. Kembar
Mayang
Sering disebut Sekar Kalpataru
Dewandaru, lambang kebahagiaan dan keselamatan. Benda ini biasa menghiasi
panti/ asasana wiwara yang digunakan dalam acara panebusing kembar
mayang dan upacara panggih. Bila acara sudah selesai, kembar mayang
akan dibuang di perempatan jalan, sungai, atau laut agar kedua mempelai selalu
ingat asal muasalnya.
c. Pasang
Tuwuhan (Pasren)
Tuwuhan atau tumbuh-tumbuhan yang
melambangkan isi alam semesta dan memiliki makna tersendiri dalam budaya Jawa
dipasang di pintu masuk tempat duduk pengantin atau tempat pernikahan.
d. Siraman
Upacara Siraman mengandung arti memandikan calon pengantin yang disertai dengan
niat membersihkan diri agar menjadi bersih dan suci lahir dan batin.
Tahapan-tahapannya antara lain; calon mempelai mohon doa restu kedua
orangtuanya, lalu mereka (calon mempelai pria dan wanita) duduk di tikar
pandan, kemudian disiram oleh pinisepuh, orangtua, dan orang lain yang
ditunjuk. Terakhir, calon mempelai disiram air kendi oleh bapak ibunya sambil
berkata "Niat Ingsun ora mecah kendi nanging mecah pamore anakku
wadon" dan kendi kosongnya dipecahkan ke lantai.
e. Adol
Dhawet (Jual dawet)
Usai siraman, dilakukan acara jual
dawet. Penjualnya adalah ibu calon pengantin wanita yang dipayungi oleh ayah
calon pengantin wanita. Pembelinya yaitu para tamu yang hadir, yang menggunakan
pecahan genting sebagai uang.
f. Paes
Upacara menghilangkan rambut halus yang tumbuh
di sekitar dahi agar tampak bersih dan wajahnya bercahaya, kemudian merias
wajah calon pengantin. Paes sendiri menyimbolkan harapan kedudukan yang luhur
diapit lambing bapak ibu dan keturunan.
g. Midodareni
Upacara Midodaren berarti menjadikan sang pengantin perempuan secantik Dewi
Widodari. Orangtua pengantin perempuan akan memberinya makan untuk terakhir
kalinya, karena mulai besok ia akan menjadi tanggung jawab sang suami.
h. Selametan
Berdoa bersama untuk memohon berkah keselamatan menyongsong pelaksanaan ijab
kabul dan akad nikah.
i.
Nyantri atau Nyatrik
Upacara penyerahan dan penerimaan dengan ditandai datangnya
calon pengantin pria berserta pengiringnya. Dalam acara ini calon pengantin
pria mohon diijabkan. Atau kalau acara ijab diadakan besok, kesempatan ini
dimanfaatkan sebagai pertemuan perkenalan dengan sanak saudara terdekat di
tempat mempelai pria. Bila ada kakak perempuan yang dilangkahi, acara penting lainnya
yaitu pemberian restu dan hadiah yang disesuaikan kemampuan mempelai dalam Plangkahan.
Upacara Ijab
Sebagai
prosesi pertama pada puncak acara ini adalah pelaksanaan ijab yang melibatkan
pihak penghulu dari KUA. Setelah acara ini berjalan dengan lancar dan dianggap
sah, maka kedua mempelai resmi menjadi suami istri.
Upacara Panggih
Setelah
upacara ijab selesai, kemudian dilanjutkan dengan upacara panggih yang
meliputi:
·
Liron
kembar mayang atau saling menukar
kembang mayang dengan makna dan tujuan bersatunya cipta, rasa, dan karsa demi
kebahagiaan dan keselamatan.
·
Gantal atau lempar sirih dengan harapan semoga semua
godaan hilang terkena lemparan itu.
·
Ngidak
endhog atau pengantin pria menginjak telur ayam
kemudian dibersihkan atau dicuci kakinya oleh pengantin wanita sebagai simbol
seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.
·
Minum
air degan (air buah kelapa) yang menjadi lambang air suci, air hidup, air mani
dan dilanjutkan dengan di-kepyok bunga warna-warni dengan harapan keluarga mereka
dapat berkembang segala-segalanya dan bahagia lahir batin.
·
Masuk
ke pasangan bermakna pengantin menjadi pasangan hidup siap berkarya
melaksanakan kewajiban.
·
Sindur yaitu
menyampirkan kain (sindur) ke pundak pengantin dan menuntun pasangan pengantin
ke kursi pelaminan dengan harapan keduanya pantang menyerah dan siap menghadapi
tantangan hidup.
Setelah
upacara panggih, kedua mempelai diantar duduk di sasana riengga. Setelah itu,
acara pun dilanjutkan.
·
Timbangan atau kedua pengantin duduk di pangkuan ayah
pengantin wanita sebagai simbol sang ayah mengukur keseimbangan masing-masing
pengantin.
·
Kacar-kucur dijalankan dengan cara pengantin pria
mengucurkan penghasilan kepada pengantin perempuan berupa uang receh beserta
kelengkapannya. Simbol bahwa kaum pria bertanggung jawab memberi nafkah kepada
keluarga.
·
Dulangan atau kedua pengantin saling menyuapi.
Mengandung kiasan laku perpaduan kasih pasangan laki-laki dan perempuan (simbol
seksual). Ada juga yang memaknai lain, yaitu tutur adilinuwih (seribu nasihat
yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng.
Upacara Babak Kawah
Upacara
ini khusus untuk keluarga yang baru pertama kali hajatan mantu putri sulung.
Ditandai dengan membagi harta benda seperti uang receh, beras kuning,
umbi-umbian dan lain-lain.
·
Tumplek
Punjen
Numplak artinya menumpahkan, punjen artinya
berbeda beban di atas bahu. Makna dari Tumplek Punjen yaitu lepas sudah semua
darma orangtua kepada anak. Tata cara ini dilaksanakan bagi orang yang tidak akan
bermenantu lagi atau semua anaknya sudah menikah.
·
Sungkeman
sebagai ungkapan bakti kepada orang tua serta mohon doa restu.
·
Kirab
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan saat pengantin berdua
meninggalkan tempat duduknya untuk berganti busana.
P
Latar Belakang Budaya
Finti Fatimah
asli keturunan jawa tengah. Saat kecil ada banyak hal yang di ajarkan orang tua
tentang kebudayaan jawa terutama lagu-lagunya dan falsafahnya. Salah satu lagu yang
pernah diajarkan orang tua adalah lagu jawa yang berjudul “Gundul-gundul pacul”.
Sebelum saya mendapat tugas ini awalnya saya tidak mengetahuin apa maksud dari
lagu ini. setelah saya tanya pada orang tua ternyata memang ada arti dan
memiliki falsafah tersendiri dan setelah saya cari cari di internet ternyata
memang ada sebuah blog yang menjelaskan tentang falsafah ini penjelasan yang
diberikan sangat mirip dengan penjelasan yang di jelaskan oleh orang tua saya. Berikut
penjelasan lagu “Gundul-gundul Pacul” :
Liriknya lagunya adalah demikian :
Gundul gundul
pacul-cul, gembelengan
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan
Wakul ngglimpang
segane dadi sak latar…
Tembang Jawa ini diciptakan tahun 1400 an oleh
Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti
filosofis yg dalam dan sangat mulia.
·
Gundul : adalah kepala plonthos tanpa rambut.
Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang.Rambut adalah mahkota
lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.
·
Sedangkan pacul: adalah cangkul yaitu alat
petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat. Pacul: adalah lambang
kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.Gundul pacul artinya: bahwa
seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah
pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Orang Jawa
mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas).
Artinya bahwa:
kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal, yaitu:
bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.
1.
Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
2.
Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3.
Hidung digunakan untuk mencium wewangian
kebaikan.
4.
Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Jika empat hal
itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.
·
Gembelengan artinya: besar kepala, sombong dan
bermain-main dalam menggunakan kehormatannya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa
dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat. Tetapi dia malah:
1.
Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan
dirinya.
2.
Menggunakan kedudukannya untuk.
Berbangga-bangga di antara manusia.
3.
Dia menganggap kekuasaan itu karena
kepandaiannya.
·
Nyunggi wakul artinya: membawa bakul (tempat
nasi) di kepalanya.
Banyak pemimpin
yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul dikepalanya.Wakul
adalah : simbol kesejahteraan rakyat. Kekayaan negara, sumberdaya, Pajak
adalah isinya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap kehormatannya berada di
bawah bakul milik rakyat. Kedudukannya di bawah bakul rakyat.Siapa yang lebih
tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau pemilik bakul?
Tentu saja
pemilik bakul. Pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya.
Dan banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan
sombong dan bermain-main). Akibatnya ; Wakul ngglimpang segane dadi sak latar
Bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana. Jika pemimpin gembelengan,
maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik.
Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan
lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban amanah rakyat.
Selain
lagu jawa ada juga pribahasa/pepatah jawa yang di ajarkan kepada saya.
Diantaranya :
Peribahasa jawa
Alon-alon waton kelakon mempunyai arti: perlahan tetapi pasti atau tidak
terburu-buru dalam bertindak. Mengingatkan orang agar selalu waspada dalam
melakukan tindakan agar tidak salah keputusan dan mampu menghasilkan hasil yang
terbaik.
NGALAH LUHUR WEKASANE
Pepatah
Jawa ini secara harfiah berarti berani mengalah akan mulia di kemudian hari.
Orang boleh saja mencemooh pepatah yang sekilas memperlihatkan makna tidak mau
berkompetisi, pasrah, penakut, lemah, dan sebagainya. Namun bukan itu
sesungguhnya yang dimaksudkan. Wani ngalah sesungguhnya dimaksudkan agar setiap
terjadi persoalan yang menegangkan orang berani mengendorkan syarafnya sendiri
atau bahkan undur diri. Lebih-lebih jika persoalan itu tidak berkenaan dengan
persoalan yang sangat penting.
Pada persoalan yang sangat penting pun jika orang berani mengalah (sekalipun jelas-jelas berada pada posisi benar dan
jujur), kelak di kemudian hari ia akan memperoleh kemuliaan itu. Memang, tidak
mudah bahkan teramat sulit dan nyaris mustahil untuk bersikap wani ngalah itu.
Lebih-lebih di zaman yang semuanya diukur serba uang, serba material, dan hedonis.
Namun jika kita berani memulai dari diri sendiri untuk bersikap seperti itu,
dapat dipastikan kita akan beroleh kemuliaan di kemudian hari sekalipun
sungguh-sungguh kita tidak mengharapkannya, karena kemuliaan itu sendiri tidak
bisa diburu-buru atau diincar-incar seperti orang berburu burung. Kemuliaan
didapatkan dengan laku serta keikhlasan. Jika kita mengharap-harapkannya, maka
semuanya justru akan musnah. Kemuliaan itu sekalipun berasal dari diri kita
sendiri namun orang lain lah yang menilainya. Bukan kita. Kita tidak pernah
tahu apakah kita ini mulia atau tidak. Orang lain lah yang bisa menilai itu
atas diri kita.
GUPAK PULUTE
ORA MANGAN NANGKANE
Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti tidak
makan nangkanya tetapi terkena getahnya. Secara luas pepatah Jawa ini ingin
menunjukkan sebuah peristiwa atau kiasan yang menggambarkan akan kesialan
seseorang karena ia tidak menikmati hasilnya tetapi justru menerima resiko
buruknya.
GELEM JAMURE
EMOH WATANGE
Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti mau
jamurnya tidak mau bangkainya. Pepatah tersebut secara luas ingin menggambarkan
keadaan (seseorang) yang hanya mau enaknya tetapi tidak mau jerih payahnya.
TUNGGAK JARAK MRAJAK TUNGGAK JATI MATI
Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti tunggak
(pohon) jarak menjadi banyak tunggak jati mati. Mrajak dalam khasanah bahasa
Jawa dapat diartikan sebagai berkembang biak. Dalam realitasnya pohon jarak
memang akan bertunas kembali meskipun batangnya dipatahkan. Sedangkan tanaman
jati bila dipotong batangnya biasanya akan mati. Jikalau tumbuh tunas baru, biasanya
tunas baru ini tidak akan tumbuh sesempurna batang induknya. Pepatah ini ingin
menggambarkan tentang keadaan orang dari kalangan kebanyakan yang bisa
berkembang (mrajak) dan sebaliknya, orang dari kalangan/trah
bangsawan/berkedudukan tinggi yang tidak punya generasi penerus (mati). Keadaan
semacam ini kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Ada begitu banyak orang
yang memiliki kedudukan tinggi, namun ia berasal dari kalangan rakyat biasa.
Artinya, orang tuanya adalah orang biasa-biasa saja. Tidak kaya, tiak
berpangkat, dan tidak memiliki garis keturunan bangsawan (jati). Sebaliknya
pula banyak anak-anak atau keturunan orang-orang besar/berkedudukan/berdarah
bangsawan yang keturunannya tidak mengikuti atau tidak bisa meniru atau
melebihi kedudukan leluhurnya.
ADIGANG, ADIGUNG, ADIGUNA, ADIWICARA
Pepatah Jawa ini dapat diterjemahkan sebagai
mengunggul-unggulkan atau menyombongkan keelokan badan atau wajah,
menyombongkan besarnya tubuh atau garus keturunan, menyombongkan ilmu atau
pengetahuannya, dan menyombongkan kelihaian bicara atau merdunya suara.
NULUNG MENTHUNG
Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti
menolong mementhung. Secara luas pepatah ini ingin menggambarkan tentang
perilaku orang yang kelihatannya nulung (menolong), namun sesungguhnya ia
mementung (memukul/mencelakai) orang yang ditolongnya itu.
P
Tentang Purworejo
Perworejo
merupakan kabupaten tempat kedua orangtua saya tinggal. Berikut hasil pencarian
saya tentang kabupaten purworejo jawa tengah.
Kabupaten
Purworejo
Lambang Kabupaten Purworejo
Motto: Purworejo Berirama (Bersih,Indah,
Rapi, Aman dan Makmur)
Peta
lokasi Kabupaten Purworejo
Geografi
Bagian selatan wilayah
Kabupaten Purworejo merupakan dataran rendah. Bagian utara berupa pegunungan,
bagian dari Pegunungan
Serayu. Di perbatasan dengan DIY, membujur Pegunungan Menoreh.
Purworejo berada di jalur
utama lintas selatan Pulau Jawa. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api,
dengan stasiun terbesarnya di Kutoarjo.
Sejarah
Prasasti Kayu Ara Hiwang
ditemukan di Desa Boro Wetan (Kecamatan Banyuurip), jika dikonversikan dengan
kalender Masehi adalah tanggal 5 Oktober 901. Ini menunjukkan telah adanya
pemukiman sebelum tanggal itu. Bujangga Manik,
dalam petualangannya yang diduga dilakukan pada abad ke-15 juga melewati daerah
ini dalam perjalanan pulang dari Bali ke Pakuan.
Pada masa Kesultanan
Mataram hingga abad ke-19 wilayah ini lebih dikenal sebagai Bagelen
(dibaca /ba·gÉ™·lÉ›n/). Saat ini Bagelen malah hanya merupakan kecamatan di
kabupaten ini.
Setelah Kadipaten Bagelen
diserahkan penguasaannya kepada Hindia-Belanda oleh pihak Kesultanan
Yogyakarta (akibat Perang Diponegoro), wilayah ini digabung ke
dalam Karesidenan Kedu
dan menjadi kabupaten. Belanda membangun pemukiman baru yang diberi nama
Purworejo sebagai pusat pemerintahan (sampai sekarang) dengan tata kota
rancangan insinyur Belanda, meskipun tetap mengambil unsur-unsur tradisi Jawa.
Kota baru ini adalah kota tangsi militer, dan sejumlah tentara Belanda asal Pantai Emas (sekarang Ghana), Afrika Barat, yang dikenal sebagai Belanda Hitam dipusatkan pemukimannya di
sini. Sejumlah bangunan tua bergaya indisch masih terawat dan digunakan
hingga kini, seperti Masjid Jami' Purworejo (tahun 1834), rumah dinas bupati
(tahun 1840), dan bangunan yang sekarang dikenal sebagai Gereja GPIB (tahun
1879).
Perekonomian
·
Pertanian
Aktivitas
ekonomi kabupaten ini bergantung pada sektor pertanian, di antaranya padi, jagung, ubi
kayu dan hasil palawija lain. Sentra tanaman padi di Kecamatan Ngombol,
Purwodadi dan Banyuurip. Jagung terutama dihasilkan di Kecamatan Bruno. Ubi
kayu sebagian besar dihasilkan di Kecamatan Pituruh.
Di
tingkat Provinsi Jawa Tengah, Purworejo menjadi salah satu sentra penghasil
rempah-rempah (Bahasa Jawa: empon-empon), yaitu: kapulaga, kemukus, temulawak, kencur, kunyit dan jahe
yang sekarang merupakan komoditas biofarmaka binaan Direktorat Jenderal
Hortikultura. Selain untuk bumbu penyedap masakan, juga untuk bahan baku jamu.
Empon-empon yang paling banyak dihasilkan Purworejo adalah kapulaga. Sentra
produksi di Kecamatan Kaligesing, Loano dan Bener. Konsumen tanaman empon-empon
adalah perajin jamu gendong, pengusaha industri jamu jawa dan rumah makan.
Sekitar
75 pabrik jamu di Jawa Tengah mengandalkan bahan baku dari kabupaten ini.
Demikian juga pengusaha jamu tradisional di Cilacap, seperti : Jaya Guna,
Serbuk Sari, Serbuk Manjur dan Cap Tawon Sapi. Pembeli biasanya mendatangi
sekitar lima toko penyedia bahan jamu di Pasar Baledono.
Kecamatan
Grabag dikenal sebagai sentra kelapa yang produksinya selain dimanfaatkan sebagai
kelapa sayur, juga diolah menjadi gula merah dan minyak kelapa serta merupakan
pusat penghasil mlinjo yang buahnya dijadikan makanan kecil, yaitu :
emping. Kecamatan Kaligesing, Bener, Bruno dan Bagelen dikenal sebagai
penghasil durian di Kecamatan Pituruh anda akan
menemukan sentra hortikultura/pusat hasil buah, yaitu : buah pisang,
karena di antara pasar yang ada di Purworejo, Pituruh menyumbang 40% pisang
dari keseluruhan pisang di Purworejo.Komoditas pisang di pasar Pituruh
dihasilkan dari desa Ngandagan,Kalikotes,Klaigintung,Pamriyan dan Petuguran
·
Perkebunan
Kelapa
merupakan tanaman perkebunan rakyat sebagai sumber penghasilan kedua setelah
padi bagi sebagian besar petani di Kabupaten Purworejo. Komoditas unggulan
perkebunan yang lain, yaitu : Kopi, Karet, Kakao, Vanili (tanaman tahunan)
dan Tebu serta Nilam (tanaman semusim). Komoditi Tembakau rakyat sebagai usaha
tani komersial, juga telah memberi kontribusi kepada pendapatan negara (Devisa)
dan pendapatan asli daerah (PAD), sehingga pada 2008 dan 2009 Kabupaten
Purworejo mendapat Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT). Upaya pemerintah
pusat dalam pembangunan perkebunan di daerah, telah merintis pengembangan
tanaman jarak pagar yang diharapkan dapat bermanfaat dalam mewujudkan desa
mandiri energi sebagai solusi menanggulangi kelangkaan bahan bakar.
·
Peternakan
Di
bidang peternakan, ternak yang menjadi khas Purworejo adalah kambing peranakan etawa (PE), yakni kambing
dari India yang memiliki postur tinggi besar.
Peternakaan kambing PE terutama di Kecamatan Kaligesing. Sisanya dari Kecamatan
Purworejo, Bruno, dan Kemiri. Di Kecamatan Kaligesing, kambing itu dikawinkan
dengan kambing lokal, sehingga tercipta kambing PE ras Kaligesing. Bagi
sebagian besar peternak di Purworejo, memiliki kambing ini merupakan kebanggaan
tersendiri, ibarat memiliki mobil mewah. Setiap tahun ribuah kambing dipasarkan
ke luar Purworejo, termasuk ke Jawa Timur (Ponorogo, Kediri, Trenggalek), Sumatera (Bengkulu, Jambi),
Riau
dan Kalimantan(Banjarmasin), bahkan pada 2005 - 2006
pernah ekspor ke Malaysia.
·
Industri
Pabrik gula Purworejo (tahun 1910)
Di
bidang industri, Purworejo memiliki satu industri tekstil di Kecamatan Banyuurip. Selain
tekstil, di kecamatan ini ada dua industri pengolahan kayu dengan 387 tenaga
kerja. Satu industri yang sama dengan 235 tenaga kerja di Kecamatan Bayan. Saat
ini hasil industri yang mulai naik daun adalah pembuatan bola sepak. Industri
ini mulai dirintis tahun 2002 di Desa Kaliboto, Kecamatan Bener, bola sepak
bermerek Adiora itu sudah menembus pasar mancanegara. Meski baru setahun
berdiri, pembuatan bola sepak itu mewarnai kehidupan masyarakat Kecamatan
Bener. Di Tahun 2007 berdiri cabang dari rokok Sampoerna di Kecamatan Bayan
yang telah memberi kesempatan kerja relatif banyak dengan SDM tidak hanya yang
berasal dari Kabupaten Purworejo saja, karena banyak juga tenaga kerja berasal
dari luar kabupaten, yaitu : dari Kabupaten Wonosobo dan Temanggung
·
Pariwisata
Dalam
bidang pariwisata, purworejo mengandalkan pantainya di sebelah selatan yang
bernama "Pantai Ketawang", "Pantai Keburuhan (Pasir Puncu),
"Pantai Jatimalang" didukung dengan gua-gua : "Gua
Selokarang" dan "Sendang Sono", di Sendang Sono (artinya :
Kolam dibawah pohon Sono) masyarakat mempercayai bahwa mandi disendang tersebut
akan dapat mempertahankan keremajaan. Goa Seplawan, terdapat di kecamatan
Kaligesing. Goa ini banyak diminati wisatawan karena keindahan goa yang masih
asli dan juga keindahan pemandangan alamnya serta hasil buah durian dan kambing
ettawa sebagai salah satu ciri khas hewan ternak di Kabupaten Purworejo.
Disamping itu, terdapat juga air terjun "Curug Muncar" dengan ketinggian ±
40m yang terletak di kecamatan Bruno dengan panorama alam yang masih alami. Gua
pencu di desa ngandagan,merupakan bentuk benteng seperti gua
pada zaman belanda;dan pada masa itu gua pencu pernah didatangi oleh presiden
sukarno,tapi sekarang sudah tidak terawat karena kurang pedulinya aparatur
pemerintahan desa,dan jika anda ingin menikmati suasana sejuknya alam anda
d\tinggal melanjutkan perjalanan ke utara karena disana anda dapat menemukan
hutan pinus yang sangat sejuk dan dingin engan panorama pegunungan dengan
hamparan ladang petani yang permai,
Makanan Khas Daerah
Beberapa masakan dan
makanan khas Purworejo antara lain:
- Dawet
Hitam: sejenis cendol yang berwarna hitam, sangat digemari
pemudik dari Jakarta. Untuk penjual dawet hitam yang asli adalah di timur
jembatan Butuh.
- Tahu
Kupat (beberapa wilayah menyebut "kupat tahu"),
sebuah masakan yang berbahan dasar tahu dengan bumbu pedas yang terbuat
dari gula jawa cair dan sayuran seperti kol dan kecambah.
- Geblek :
makanan yang terbuat dari tepung singkong yang dibentuk seperti cincin,
digoreng gurih
- Clorot :
makanan terbuat dari tepung beras dan gula merah yang dimasak dalam
pilinan daun kelapa yang masih muda (janur kuning). (Berasa dari kecamatan
Grabag)
- Rengginang : gorengan makanan
yang terbuat dari ketan yang dimasak, berbentuk bulat, gepeng.
- Lanting : makanan ini bahan dan
bentuknya hampir sama dengan geblek, hanya saja ukurannya lebih kecil.
Setelah digoreng lanting terasa lebih keras daripada geblek. Namun tetap
terasa gurih dan renyah.
- Kue
Satu : Makanan ini terbuat dari tepung ketan, berbentuk
kotak kecil berwarna krem, dan rasanya manis.
- Kue
Lompong : Berwarna hitam, dari gandum berisi kacang dan
dibugkus dengan daun pisang yang telah mengering berwarna kecoklatan
(klaras).
- Tiwul
punel: Terbuat dari gaplek ubi kayu
- Krimpying :
Makanan ini berbahan dasar singkong, seperti lanting tapi berukuran lebih
besar dan lebih keras, berwarna krem, bentuknya bulat tidak seperti
lanting yang umumnya berbentuk seperti angka delapan.Rasa makanan ini
gurih.
Transportasi
Terminal bis utama di
kabupaten ini terletak di antara Purworejo - Kutoarjo tepatnya di kecamatan
Banyuurip. Sementara itu, Purworejo menghubungkan kota-kota Kebumen di sebelah
barat, Wonosobo di sebelah utara, Magelang di sebelah timur laut, dan kota
Wates (Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta) di sebelah timur. Di sebelah
selatan kota Purworejo dikenal jalan raya yang diyakini sebagai bagian dari
proyek pembangunan jalan raya Trans-Jawa, Anyer-Panarukan, saat pemerintahan
Hindia Belanda berkuasa yang saat ini lebih dikenal dengan jalan Daendels.
Legenda
Tundan Obor: setiap musim
penghujan, saat hujan rintik, pada senja hari (surup), terdengar suara
bergemuruh seperti kentongan ditabuh di sepanjang kali Jali, dimana akan
ditemukan beberapa barisan obor yang melayang sepanjang sungai Jali, dari Gunung Sumbing hingga ke pantai, sampai
saat ini beberapa warga masyarakat masih meyakini hal ini (dan beberapa mengaku
masih menyaksikan). Sebagai bagian dari daerah pesisir Pantai Selatan, legenda
Nyi Roro Kidul juga beredar luas di kalangan penduduk.
Kesenian
Purworejo memiliki
kesenian yang khas, yaitu dolalak, tarian
tradisional diiringi musik perkusi tradisional seperti : Bedug, rebana,
kendang. Satu kelompok penari terdiri dari 12 orang penari, dimana satu
kelompok terdiri dari satu jenis gender saja (seluruhnya pria, atau seluruhnya
wanita). Kostum mereka terdiri dari : Topi pet (seperti petugas stasiun
kereta), rompi hitam, celana hitam, kacamata hitam, dan berkaos kaki tanpa
sepatu (karena menarinya di atas tikar). Biasanya para penari dibacakan mantra
hingga menari dalam kondisi trance (biasanya diminta untuk makan padi, tebu, kelapa)
kesenian ini sering disebut juga dengan nama Dolalak
Tari Dolalak
Tari dolalak merupakan
tarian khas daerah Purworejo. Tari ini merupakan percampuran antar budaya Jawa
dan budaya barat. Pada masa penjajahan Belanda, para serdadu Belanda sering
menari-nari dengan menggunakan seragam militernya dan diiringi dengan nyanyian
yang berisi sindiran sehingga merupakan pantun. Kata dolalak sebenarnya berasal
dari notasi Do La La yang merupakan bagian dari notasi do re mi fa so la si do
yang kemudian berkembang dalam logat Jawa menjadi Dolalak yang sampai sekarang
ini tarian ini menjadi Dolalak.
Tokoh dari Purworejo
- Jan Toorop, pelukis Belanda.
- A.J.G.H.
Kostermans, pakar botani Indonesia.
- Ahmad Yani, pahlawan revolusi.
- Sarwo Edhie
Wibowo, mertua presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
- Bustanul
Arifin, mantan Kabulog Orde Baru
- Oerip Soemohardjo,
pendiri TNI.
- Johan
Hendrik Caspar Kern, ahli bahasa dan orientalis
- Syekh
Imam Puro, Ulama Purworejo.
- Wage Rudolf
Soepratman, pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya"
(masih diperdebatkan - lihat artikel).
- Kyai
Sadrach, Tokoh Penginjil Jawa; Perintis Gereja Kristen Jawa
(GKJ).
- Danurwindo, mantan pemain dan pelatih
Timnas Indonesia, asli Kutoarjo.
- Erman Suparno,(mentri
Tenaga Kerja Kabinet
Indonesia Bersatu).
- Slamet
Kirbiantoro, mantan Pangdam Jaya.
- Supriyatno
Koord. Muda Ganesha 2006.
- Endriartono
Sutarto,mantan Panglima ABRI 2006.
- Kasman
Singodimedjo,tokoh pergerakan 1945.
- Herman Alex
Veenstra, olahragawan polo air Belanda
- Winoto Danoe Asmoro, kepala rumah
tangga presiden Soekarno
- Mardiyanto, mantan Mendagri KIB I
- Soebrantas Siswanto, mantan Gubernur
Riau
- Tafsir
Nuchamid, wakil Rektor-II Universitas Indonesia
- Aris
Yunanto, Kepala Inkubator Bisnis Universitas Indonesia
- Karel Heijting,
pemain sepak bola Belanda